Sabtu, 14 Mei 2011

Ucuk

Ucuk : Bocah Luar Biasa dari Pangumbahan

Ucuk. Sebuah nama singkat yang mengandung makna, doa dan harapan dari orangtua untuk seorang anak tentunya. Ucuk adalah seorang anak laki-laki yang pendiam dan terkesan tertutup. Berbeda dengan teman-teman sebayanya yang begitu ceria dan periang.
Pertama kali mengenal dia, bocah berumur 9 tahun yang duduk di bangku sekolah dasar kelas 3 itu. Ketika aku menginjakkan kaki di sebuah desa pelosok yang kecil dan bisa dibilang jauh dari jangkauan. Daerah ini terletak di  Batu Namprak, Pangumbahan, Sukabumi. Daerahnya berada di ujung barat dan sangat dekat dengan sebuah pantai pangumbahan.
Pertama kali melihat sosok bocah laki-laki bertubuh kurus, dan berkulit sawo matang ini, ketika aku sedang bermain-main di Pantai Pangumbahan yang kala itu air laut sedang pasang pada pagi hari. Ku bermain dengan ombak dan ku sapu ranah sekitar pantai untuk melihat pemandangan sekitar. Dan, kutemukan sesosok bocah yang asyik sendiri dengan dunianya. Ku lihat dia berlarian riang di sekitarku, sambil sesekali melirikku dan seolah-olah dia ingin mengajakku berkenalan seperti orang dewasa pada umumnya. Sok-sok cari perhatian (si laki-laki), supaya dia bisa mendekati perempuan. Itulah tingkah bocah berkepala botak itu. Berlarian kecil mengelilingiku sembari mencari kepiting yang ada diantara pasir pantai.
Aku yang memang suka dengan dunia anak-anak. Bisa menangkap sinyal yang diberikan Ucuk padaku. Ku lihat dia asyik menangkap kepiting lalu memasukkannya ke dalam plastik bening. Setelah puas menangkap kepiting. Dia  berlari kecil dan mengitariku kembali untuk pindah sisi mencari kepiting lain. Benar-benar tingkah yang menarik perhatianku. Berulang-ulang dia lakukan itu hinggga aku pun memutuskan untuk mendekatinya terlebih dulu.
Aku berjalan ke arahnya dengan wajah tersenyum ramah. Karena bagiku, perasaan seorang anak kecil itu sangat peka terhadap orang dewasa di sekitarnya. Apakah kita tulus, baik atau berpura-pura baik bahkan berniat tak baik, mereka pun dapat merasakannya. Hal terpenting adalah gunakan dengan hati.
Setelah tak ada jarak diantara kami. Aku dekatkan wajahku ke arah dia untuk berbincang agar hubungan kami dapat lebih dekat.
Aku : “Lagi ngapain?” ucapku sambil memerhatikan dia yang asyik menangkap kepiting.
Mendengar sepenggal kalimat yang keluar dari mulutku. Dia berlari kecil menjauhiku. Ya! Beginilah sikap anak kecil. Tak perlu kau ambil hati hingga merasa sakit hati, namanya juga anak-anak. Ketika kita ingin lebih dekat dengannya. Mereka apatis terlebih dahulu dan tak mudah percaya dengan orang dewasa. Demikian halnya dengan Ucuk. Dia pun berlari menjauhiku sambil menatapku lekat. “Hei, aku bukan orang jahat yang ingin mencelakaimu, nak. Aku hanya ingin berteman denganmu. Lebih dekat denganmu dan kita dapat main bersama-sama di pantai ini,” harapku dengan sangat dalam hati sambil tersenyum padanya.
Jujur, aku sangat tertarik pada Ucuk. Melihatnya bermain sendiri di tepi pantai. Membuatku bertanya dalam hati. Kemana teman-temannya? Kenapa dia lebih memilih sendiri dan asyik dengan duniannya. Begitu pendiam. Terlihat murung, dan rendah hati. Sungguh membuatku penasaran dengan semua tentangnya. Dan, aku seperti ikut merasakan apa yang dia rasa dan mengerti apa yang dia rasakan hanya dengan melihat sorot matanya hingga jauh ke dalam.
Ditolak olehnya. Aku pun tak berhenti berharap untuk tetap ingin mengenalnya. Ku kejar dia hingga aku sejajar dengan bocah itu. Ku ulangi pertanyaan yang sama. Kali ini beruntunglah aku. Karena dia tak berlari namun hanya diam membisu dengan tetap asyik dengan hewan laut yang dia kumpulkan. Tak sepatah kata pun keluar dari nya. Aku tetap tersenyum dan kian memerhatikannya untuk menandakan bahwa aku serius ingin bermain bersamanya. Ku ulangi lagi hingga kesekian dengan pertanyaan yang berbeda.
Aku : “Nama kamu siapa?”
Dia menoleh, menatapku lekat, dan tersenyum, tanda dia sudah mulai membuka hatinya. Namun, senyuman saja yang tersungging dari bibirnya mungilnya. Kemudian dia asyik kembali dengan hewan-hewan laut hasil tangkapannya dan tak menghiraukan aku yang sedari tadi ada di sampingnya. Tak putus asa sampai di sini. Aku bersuara lagi.
Aku : “Lagi ngapain? Nama kamu siapa?”
Mendengar dan mengetahui aku yang tak pantang menyerah mendekatinya. Akhirnya dia pun membuka suara.
Ucuk : “Lagi nangkap kepiting, kak. Nama ku Ucuk. Nama kakak siapa?” dia balik bertanya padaku sambil tersenyum, pertanda dia mulai percaya padaku, perempuan muda yang baru dia kenalnya pagi itu. Aku benar-benar senang dan terharu. Dalam melakukan pendekatan dengan seorang anak. Memang harus sabar dan kreatif, terutama dalam cara bagaimana berkomunikasi. Ada anak yang langsung akrab, ada yang perlu berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk dapat dekat dengannya. Semua membutuhkan proses.
Pagi itu, matahari hampir nampak tinggi dari ufuk timur. Dan aku masih asyik bermain bersama Ucuk. Menangkap kepiting, keong, dan ikan yang terbawa arus pasang menuju tepi pantai. Sungguh senang sekali bermain dengan anak kecil. Bergumul dengan dunianya yang ceria. Mereka masih muda sekali. Seperti tak ada beban dalam hidupnya dan yang ada hanya menyenangkan diri sendiri dengan bermain, berlarian, dan tertawa.
Ketika aku di Pangumbahan, aku benar-benar seperti kembali menjadi bocah ingusan yang berlarian kesana kemari tanpa memedulikan ada apa dan kenapa di sekitarku. Yang ada hanya kata bermain, bersenang-senang, tertawa, dan berlarian di pantai. Menakjubkan sekali dunia anak itu.
Matahari pun akhirnya menampakkan diri dan keluar dari peraduan singgsananya. Air laut yang pasang pun kembali berlarian ke pantai lepas dengan riangnya. Aku dan Ucuk masih tetap saja menikmati indahnya pagi hari di tepi pantai sambil melepas hasil tangkapan yang Ucuk tangkap tadi. Dan aku berkata pada Ucuk, “Dilepas aja ya semuanya. Mereka lebih bahagia kalau dapat berenang dengan bebasnya di pantai. Kalo kita tangkap, mereka bisa mati. Kan kasian.” Akhirnya kami melepaskannya dengan perasaan bahagia.
Hari berikutnya di Pangumbahan. Ucuk selalu menungguku di Pangumbahan untuk bermain bersama. Dengan nya aku belajar banyak hal. Dari semangat memandang hidup meski banyak keterbatasan dalam hidup kita. Melakukan apapun yang kita sukai. Dan bebas,
Pada suatu pagi, ketika semua anak-anak Pangumbahan berkumpul di pantai dan bermain bersama. Ucuk terlihat sangat berbeda. Dia terlihat enggan dan malu untuk bergabung bermain bersama kami dan teman-teman sebayanya. Tapi akhirnya setelah dibujuk, akhirnya dia pun mau bermain bersama dengan kami. Tawa, canda, bahagia terpancar dari wajah mereka yang masih begitu polos. Termasuk bocah ini, Ucuk. Dia terlihat begitu menikmati dan senang sekali.
Hingga ada seorang aa’ penjual bakso ikan lewat. Kami memutuskan untuk beristirahat dan makan bakso ikan yang dijual perbiji 500 itu. Semua antusias mengantri untuk mendapatkan bakso itu. Ku cari sosok Ucuk diantara kerumunan bocah-bocah itu. Namun tak ada. Ternyata dia berada jauh di belakang kami sambil memainkan pasir dan berwajah melas. Ku dekati dia dan aku mengerti tanpa bertanya padanya mengapa dia tak minat dengan bakso yang ditusuk itu. Akhirnya kami pun membelikan bakso ikan itu untuk Ucuk. Dan menyerahkannya pada Ucuk. Tapi apa yang terjadi. Dia enggan menerima bakso ikan itu. Sampai kami memaksanya untuk dapat menerima bakso ikan itu. Cukup lama untuk meyakinkan Ucuk bahwa kami senang bisa membelikan bakso ikan itu untuknya. Dan akhirnya dia pun mau menerima bakso ikan itu dengan diiringi tangisan. Ucuk menangis sesenggukan sambil menerima bakso ikan yang mungkin bagi dia dan keluarganya merupakan hal mewah. Setelah bakso ikan itu ada di tangannya, dia tidak langsung memakannya dengan lahap namun menatapnya lama sambil terus menangis seperti sayang untuk memakannya.
Hingga pada akhirnya dia berlari ke arah rumahnya yang sangat sederhana sekali. Rumah kecil yang terbuat dari anyaman bambu yang sudah rusak dan memiliki jendela namun tertutupkan kain. Atapnya pun terbuat dari seng yang dilapisi kain-kain penahan agar air hujan tak membasahi penghuni gubuk itu. Tembok bagian atas yang mengelilingi rumah Ucuk pun bolong menganga lebar. Apa yang mereka rasakan ketika malam hari ya? Apalagi rumah mereka berada di tepi pantai. Dingin menusuk kulit pastinya. Benar-benar sedih sekali mengetahui keadaan Ucuk yang notabene dia juga termasuk saudara kita.
Sangat sedih sekali jika mengingat kejadian bakso ikan itu. Aku bisa mengerti perasaan Ucuk. Ketika kita ingin memiliki sesuatu dan memiliki keinginan tapi karena tak cukup bahkan tak ada materi yang dimiliki maka kita hanya bisa menelan ludah dan mengubur dalam-dalam semua keinginan itu. begitulah dengan Ucuk, bocah cerdas dan pintar dari Pangumbahan. Sangat nyata sekali pengalaman ini. Di tengah hiruk pikuk mengenai kasus korupsi yang terjadi dimana-mana, perebutan kekuasaan antara elite politik hingga dana yang notabene ada untuk kesejahteraan masyarakat pun menjadi bahan rebutan.
Sungguh ironis sekali kenyataan dengan yang terjadi di alam nyata. Sangat disayangkan jika ada bocah secerdas dan sepintar Ucuk harus berhenti sekolah karena tidak memiliki biaya. Dimana uang negara yang jumlahnya bermilyaran rupiah itu? Dimana hati nurani para penguasa negeri ini? Asal kita ketahui, Ucuk dan bocah-bocah lain yang bernasib sama merupakan asset berharga yang dimiliki negeri ini. Mereka juga memiliki hak yang sama untuk mengenyam pendidikan di negeri ini meski dengan keterbatasan materi yang mereka miliki. Mereka sama pandai dengan anak-anak kalian, bahkan tak munafik bahwa mereka lebih pandai namun hanya karena tentang uang, mereka tak mampu bersekolah dan menerima ilmu dari guru. Sangat disayangkan, sungguh ironi.
Hei para penguasa singgasana megah nan elok di sana. Para kaum atas yang memiliki hati. Pernahkah kalian sedikit peduli dengan kaum papa yang ada di sekitar kita? Yang memerlukan pertolongan, yang membutuhkan uluran tangan kalian hanya sekedar untuk menyambung hidup. Mari kita renungkan keadaan anak bangsa yang kian memprihatinkan ini. Ucuk hanyalah salah satu contoh dari segelintir bocah yang ada di negeri kita nan kaya, subur, dan makmur ini yang kurang beruntung dalam hal pendidikan. =)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Waiting for your comment, guys! Thankyou so much :)

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...